Powered By Blogger

Minggu, 20 Juli 2014

ANGIN SURGA DARI BANDUNG



H. ANDI MUALLIM, SH.M.SI. :
ANGIN SURGA
DARI BANDUNG

Seharusnya H. Andi Muallim, SH.M.Si. menggunakan waktunya untuk beristirahat pagi itu. Dia baru saja tiba dari Bandung, subuh Jumat 15 November 2013, sekira pukul 05,00 Wita. Semalaman dia baru dapat meninggalkan Kota Kembang setelah menutup resmi perhelatan tahunan para sekretaris daerah se Indonesia. Maklum, beliau merupakan Ketua Forum Sekretaris Daerah Seluruh Indonesia  (FORSESDASI). Rakornas ke II itu sendiri digelar 13-14 November  2013 di Hotel Grand Panghegar. Banyak hasil penting dan menggembirakan yang berhasil dirumuskan dan dijadikan rekomendasi buat DPR RI dan pemerintah pusat. Hasil penting itu pula boleh jadi membuatnya tidak merasa lelah untuk hadir melepas secara langsung kontingen olahraga Korpri Sulsel, yang dijadwalkan berlangsung tepat pukul 07,00 Wita. Kontingen yang membawa sekitar 60 atlet itu akan mengikuti Pekan Olahraga Nasional, Ponas Korpri ke 13 di Manado Sulawesi Utara, 20-28 November 2013 ini. Dia ingin hadir memotivasi para atlet sekaligus mengabarkan angin surga yang dibawa dari Bandung.
Mengawali sambutan pada acara pelepasan kontingen Korpri Sulsel, Andi Muallim yang selalu tampil bugar dan semangat mengemukakan, rakernas FORSESDASI yang berlangsung selama dua hari dan diikuti 658 pengurus pusat dan daerah ditambah 33 Sekda se Indonesia telah berhasil merumuskan dan menghasilkan rekomendasi buat pemerintah pusat. Diantaranya yang sangat penting untuk diketahui bersama adalah Sekda provinsi ditingkatkan eselonnya menjadi Eselon I A.
“Ini akan dinikmati oleh pengganti saya. Saya yang berjuang tapi yang menikmati adalah pengganti saya. Ini memang rekomendasi penting karena dimana pun saudara menjadi Sekda akan menikmati. Ini, angin surga dari Bandung,” tandasnya yang disambut tepuk tangan serentak seluruh hadirin.
Selain itu lanjutnya, rekomendasi kedua adalah asisten, inspektorat dan Bappeda, dinaikkan eselonnya menjadi 1 B. Yang ketiga adalah, umur pensiun bagi pegawai negeri tidak ada lagi kata “dapat” tapi sudah pasti 58 tahun.
“Ini rekomendasi ya, tapi disampaikan dihadapan Menteri Aparatur Negara. Masih banyak rekomendasi lain yang meng-angin-surgakan kita. Namun itulah diantaranya yang terpenting untuk pemerintahan. Rekomendasi lain yang juga perlu kita ketahui adalah pada aspek politik, salah satunya adalah pemilihan gubernur yang pelaksanaannya dilakukan dalam bentuk pemilihan langsung, pemilihan yang dilakukan oleh rakyat secara langsung, namun untuk pemilihan walikota dan bupati direkomendasikan untuk dikembalikan kepada DPRD Tingkat II.
Kepada Wartawan Majalah Abdi Negara, H. Andi Muallim yang ditemui seusai acara pelepasan mengatakan, keberadaanya dalam rakernas FORSESDA memang sebagai ketua forum sekda se Indonesia sekaligus sebagai Ketua Korpri Sulsel yang mengharuskan memimpin pertemuan di Bandung itu. Dalam pertemuan itu berbagai tema dan substansi yang kita bahas termasuk substansi tentang rancangan Undang-undang Pemilukada, rancangan Undang-undang pemerintahan daerah, rancangan Undang-undang pengurusan desa dan rancangan Undang-undang aparatur sipil Negara. Yang paling banyak pembahasannya adalah rancangan UU aparatur sipil Negara sehingga apa yang disebutkan tadi itulah diantaranya yang sangat dibutuhkan.
“Rekomendasi itu kita keluarkan salah satu dasar pertimbangannya adalah untuk menjaga keseimbangan pola pembinaan karir antara pemerintahan pusat dan daerah, sehingga kita usulkan agar Sekda provinsi itu menjadi Eselon I A, sama dengan Sekjen-sekjen yang ada di departemen di Jakarta,” ungkapnya.
Dasar pertimbangan rekomendasi itu lanjutnya, adalah pertama volume dari tugas dan tanggung jawab Sekda provinsi jauh lebih berat dari pejabat eselon 1 A yang ada di Jakarta. Kedua, karena di provinsi hanya satu eselon 1 maka seluruh pejabat yang senior-senior itu berakhir di pangkat Golongan 4 B, sehingga terjadilah pangkat-pangkat Eselon I A tingkat pusat dan Eselon II di provinsi tidak seimbang karena lebih tinggi pangkatnya Eselon II di provinsi dibanding Eselon I A di Jakarta. Terlebih lagi jika kita sambungkan sampai ke kabupaten dan kota. Begitu pun sebaliknya, kalau hanya Sekda saja yang dinaikkan maka kondisinya juga tidak bersambung ke bawah.
Alasan ketiga lanjutnya lagi, bahwa jabatan-jabatan yang sifatnya koordinasi dan mengawas, seperti Bappeda, inspektorat dan asisten, sulit juga terlaksana karena pangkatnya sama saja antara orang yang mengawasi dan orang yang dikoordinir, sehingga kita usulkan dinaikkan juga menjadi Eselon I B.
Ketika dimintai tanggapan dasar pertimbangan hingga Pemilukada direkomendasikan untuk dikembalikan ke DPR daerah, H. Andi Muallim mengakui bahwa dasar pertimbangannya sangat terkait dengan kenyataan selama 13 tahun pelaksanaan Pilkada langsung terlalu ramai yang cenderung dampak negatifnya lebih banyak, terlalu banyak pertengkaran, tindakan anarkis, termasuk biaya yang sangat terlalu besar, sehingga setelah dievaluasi pelaksanaan otonomi daerah selama 13 tahun plus minusnya sudah kelihatan  semuanya itu.
“Kita semua lihat di depan mata dampak dari Pemilukada langsung itu, sehingga kita bagi dua saja, untuk pemilihan gubernur dilakukan pemilihan langsung tapi untuk pemilihan bupati dan walikota kita kembalikan ke DPRD,” tandasnya.
Pengembalian itu lanjutnya lebih jauh, dirancang berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang terbuka, lebih transfaran, guna menghindari money politic (politik uang, sogok dan semacamnya). “Dan memang rancangan undang-undangnya sudah begitu, konon dalam waktu dekat sudah ketok palu, sudah disyahkan oleh DPR RI,” tambahnya.*

Jurlan Em Saho’as, Redaktur Pelaksana Majalah Abdi Negara




Senin, 14 Juli 2014

YUNUS KADIR MENJAWAB TAKDIR



Yunus Kadir
Menjawab Takdir


Takdir. Ketetapan Tuhan. Rezki, jodoh dan kematian, ketiganya ditangan Allah SWT. Tak ada yang kuasa mengubahnya. Sudah digariskan. Hanya saja, banyak orang yang salah memahami,  takdir baik dan buruk (qadha dan qahdar), dikiranya sudah harga mati. Mereka berpendapat, bahwa segalanya sudah diatur oleh Allah SWT. Tak dapat lagi diubah. Padahal, Tuhan sendiri, Zat Yang Maha Mulia memerintahkan setiap hambanya untuk senantiasa berupaya keras, bersungguh-sungguh dalam usahanya, bersungguh-sungguh dalam melakukan perubahan. Bahkan sebaliknya, Allah SWT melarang seorang muslim untuk berputus asa dari rahmatNYA. Itu berarti, bahwa jika Allah SWT yang membuat keputusan maka DIA sendiri pula yang kuasa melakukan perubahan. Takdir diubah dengan takdir, apa susahnya bagi Allah.
Lalu, bagaimana memahami dan menjawab takdir Allah SWT ? Jawabannya, tergantung seberapa dalam aqidah seseorang memahami hikmah dari segala kebaikan dan keburukan yang dialami. HM. Yunus Kadir misalnya, Wakil Ketua Muhammadiyah Sulawesi Selatan yang dikenal luas sebagai pengusaha yang bergerak dibidang pertambangan meyakini, bahwa takdir Allah itu memang sudah terprogram. Allah sudah mengatur segalanya dalam hukum-hukum sebab akibat dan ketetapan yang tak seorang pun dapat mengetahui sebelum terjadi.
“Saya terkadang berpikir dan seakan-akan bertanya kepada Allah, apa itu takdir sebenarnya. Jika seseorang kecewa, ada keinginannya tidak tercapai, lalu serta merta minum baigon. Apakah itu takdir ?,” ungkap Presiden Direktur Gasing Group HM. Yunus Kadir, Senin pekan lalu. Dia menilai, tindakan orang itu tentu saja bukanlah sebuah takdir. Takdir adalah sebuah rencana Allah yang sempurna, sehingga sekalipun takdir buruk kalau itu sudah ketetapan Tuhan maka pasti ada hikmah tersembunyi di dalamnya.
Pria yang memiliki hobi golf ini mengakui, setiap manusia sudah ditentukan rezekinya. Hanya saja tak ada orang yang mengetahui kadarnya, banyak atau sedikit, tergantung keinginan Allah. Begitu pula dengan takdir buruk, bisa meleset atau berubah berkat doa dan kebajikan seseorang.
Menurut Yunus Kadir, takdir seseorang itu memang baru akan diketahui nanti setelah kejadian. Hanya saja, terkadang pada tahap awal, isyarat itu kita sudah diperlihatkan oleh Allah SWT. Atau bahkan tanpa sengaja, kita sendiri yang mengalami, namun seketika itu kita belum mampu menangkap dan memahaminya. Nanti setelah beberapa saat berlalu, bahkan  berbulan-bulan hingga tahunan, barulah kita sadari setelah kita alami secara nyata.
“Memang ada orang yang diberi kemampuan hati membaca tanda-tanda alam. Dia diberi kemampuan memahami hikmah dari setiap peristiwa. Mungkin itulah yang dilakukan orang-orang dahulu, melihat telapak tangan kita, membaca garis tangan, Cuma kita tidak boleh menjadikan hal itu sebagai kepercayaan. Tapi, jika terjadi itulah takdir,” tandasnya.
Ketika pertama kali terjun kedunia bisnis dan didalam membangun perusahaan hingga melakukan ekspansi ke berbagai bidang usaha, Yunus Kadir mengakui bahwa semua suka dan duka, keberhasilan dan keberuntungan yang diperolehnya tidaklah lepas dari ridha Allah SWT. Dia sendiri banyak mengalami sesuatu yang pada awalnya hanya dianggap sesuatu yang biasa saja, tidak istimewa, tapi ternyata dalam perjalanan waktu, peristiwa itu justru merupakan “petunjuk” sebuah keberhasilan, sebuah pintu meraih keberuntungan. Itu pula sebabnya, dalam menghadapi kondisi yang sangat mengecewakan sekalipun dia tidak pernah lepas menyandarkan diri kepada Allah SWT.
Diantara peristiwa yang sangat terkesan dalam hidupnya adalah semasa masih pemuda dahulu. Yunus muda yang senantiasa memikirkan hakekat penciptaan manusia dan mengaitkannya dengan takdir pernah bermimpi memegang bulan. Kejadiannya Jumat tengah malam di sekitar tahun 1961. Saat itu dia melihat bulan purnama penuh dengan cahayanya yang begitu indah tak terlukiskan. Dia berdiri berhadapan. Bulan itu berada dalam jarak beberapa meter. Dia pun bergerak mendekat dan saat mengangkat tangan dan menyongsong tiba-tiba cahaya bulan itu memudar perlahan-lahan. Cahayanya hilang. Yunus Kadir mundur perlahan. Menatap dengan perasaan heran. Namun, saat melangkah mundur beberapa meter, bulan itu kembali bercahaya, dia pun segera mendekat kembali dan berhasil memegang bulan. Saat memegang itulah terdengar suara yang menyatakan, bahwa disinilah Nabi bersembunyi waktu diburu kaum kafir. Tempat yang dimaksud tentu saja adalah bukit Tsur. Seketika itu ada perasaan yang luar biasa di hati Yunus Kadir yang tidak mampu dilukiskan dengan kata-kata hingga hari ini setiap kali mengingat mimpi itu.
“Saat saya terbangun, mimpi itu saya ceritakan kepada paman dan dijawabnya, bahwa saya tidak akan meninggalkan dunia ini sebelum menginjak tanah suci,” ungkapnya.
Kebenaran ucapan itu terjawab setelah hampir 50 tahun kemudian. Yunus Kadir benar dibukakan jalan untuk menunaikan ibadah haji bersama keluarganya. Rupanya, pada saat berada di tanah suci, Mekkah, hatinya selalu berbisik untuk mengunjungi gunung tempat persembunyian Nabi Muhammad SAW  sebagaimana yang pernah dimimpikan. Disini terjadi keanehan. Terlepas dari apakah memang ada orang yang sama persis namanya yang pernah mengunjungi tempat itu, yang pasti bahwa saat Yunus Kadir tiba disana, tampaklah olehnya sebuah kalimat yang mengabadikan namanya. Pada sebuah sisi batu tertulis ‘’For LU Yunus’’ menggunakan cat berwarna putih. Kalimat itu tertulis berulang hingga tiga kali di batu yang berbeda mengikuti punggung bukit ke atas dan berakhir pada sebuah tulisan diketinggian paling atas dalam bentuk kaligrafi yang mengabadikan huruf “Mim” diatas huruf “Ya” yang boleh jadi kepanjangan dari “Muhammad Yunus”.
“Saya heran waktu itu, kok ada nama saya tertulis di batu bukit Tsur. Tapi pikiran saya, mungkin ada anak muda yang kebetulan sama dengan nama saya yang pernah datang ke goa tempat Nabi bersembunyi dahulu,” ungkapnya.
Peristiwa lain yang juga pernah dijalani ayah dari delapan anak yang pernah menjabat Ketua Gapengsi (Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia) Tana Toraja adalah berfoto di sebuah lokasi yang belakangan dijadikan lokasi pasar ternak terbesar dunia, Pasar Bolu. Padahal waktu itu, jangankan Yunus Kadir, pemerintah saja belum berniat menjadikan pasar dikemudian hari. Rentang waktunya juga cukup jauh. Kisahnya sendiri terjadi pada tahun 1972. Ceritanya, bermula dari sebuah hobi, sebagai anak yang tengah menikmati usia muda, bila sore sudah menjelang  seringlah dia mengajak  kawan-kawan seusianya berkeliling kampung mengendarai sepede motor. Berkeliling kampung sembari  menikmati indahnya panorama alam di sore hari. Suatu waktu dia melintas disebuah jalan di Kota Rantepao menuju arah Kota Palopo, saat tiba diujung jalan aspal entah apa yang mendorongnya tiba-tiba dia berhenti dan menengok sejenak kebelakang.  Rupanya, dari kejauhan  dia menyaksikan sebuah panorama alam yang begitu indah. Karena begitu terkesannya Yunus Kadir secara spontan  minta difoto diatas motor dengan latar belakang keindahan alam yang disaksikan itu. Ternyata, setelah  beberapa puluh tahun kemudian peristiwa itu terjawab. Pada tahun 1998 Pasar Makale terbakar, pasar yang menjadi tempat menggantungkan hidup banyak orang, sebagai putra daerah yang selalu ingin memberi manfaat kepada banyak orang, muncul ide brilian dibenak HM. Yunus Kadir membangun pasar yang ternyata lokasinya ditempat yang diabadikan sekira 27 tahun silam. Pasar Bolu yang kini pengembangannya sudah ditangani pemerintah daerah, dirintis Yunus Kadir dengan melakukan pembebasan lahan dan membangun sarana dan prasarana didalamnya. Pasar ini kini berkembang sebagai pasar ternak terbesar dunia yang ada di Toraja.
 “Itulah takdir. Kita harus percaya kepada takdir sekalipun memang kita tidak akan pernah mengetahui sebelum hal itu terjadi.  Karenanya, kita selalu dianjurkan untuk selalu berprasangka baik kepada Tuhan. Kita berusaha semaksimal mungkin  mengamalkan apa yang diperintahkan oleh agama. Bagaimana ketika diberi rezeki kita memanfaatkan untuk memperbanyak amal, menjadikan diri kita bermanfaat kepada banyak orang, karena hanya itulah bekal yang kita bawa menghadap kepada Allah SWT,” tandasnya.     
Yunus Kadir mengakui, bahwa didalam mencari ridha Allah kita senantiasa harus menjaga kesucian hati kita, sehingga apapun yang kita lakukan selalu membawa berkah dan  kebajikan. Hubungan silaturrahmi harus senantiasa kita jaga dengan sesama manusia, terutama sesama muslim. Jika hubungan ini terjaga maka berkah dan rahmat itu selalu turun kepada kita, karena kalau hubungan itu baik maka kita selalu saling mendoakan lewat kalimat salam yang didalamnya mengandung saling mendoakan.
Soal berkah dan kebajikan itu, Yunus Kadir mengurainya lebih jauh dari kalimat salam, Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.  Kalimat silaturrahmi ini mengandung doa. Karenanya, harus diucapkan secara lengkap, jika ingin mendapat rahmat dan berkah dari Allah SWT. Manurutnya, Rahmat Allah itu tertuju kepada siapa saja, kepada semua orang yang mengikuti jalan atau ketentuannya. Tanpa dipilah dengan perbedaan agama. Muslim atau pun non muslim. Misalnya saja, setiap orang yang habis makan pasti merasa kenyang. Orang haus jika sudah minum hilanglah dahaganya. Namun, tidak semua orang yang habis makan merasakan kekenyangan itu. Ada yang sudah makan hingga sesesak perut namun tetap saja merasa lapar, masih belum kenyang, bahkan ada yang makin gelisah dan tidak tenteram hatinya.
Lebih jauh Yunus Kadir mengurai dengan  mengambil contoh pada seorang imam masjid yang tinggal disebuah kompleks perumahan. Dia memiliki banyak mobil taksi. Seorang tetangga yang datang dari suatu daerah dan tidak memiliki pekerjaan menemuinya. Dia menawarkan diri untuk menjalankan taksi. Kebetulan dia memang memiliki SIM. Setelah disepakati bagi hasilnya, berangkatlah pagi-pagi benar tetangga tadi. Sorenya si tetangga pulang dengan membawa uang Rp 200.000. Sesuai kesepakatan, 20 persen diperoleh si sopir, jumlahnya Rp 40.000, selebihnya 60 persen (Rp 160.000) diserahkan kepada si pemilik mobil. Dengan hati senang, si sopir pulang ke rumah. Diperjalanan bertemu penjual ikan. Karena ikan itu masih segar dan dagingnya enak maka dibelinya. Dia ditawari Rp 15.000. Masih ada sisanya tentu sebanyak Rp 25.000. Sesampai di rumah, ditemuilah istrinya yang tersenyum manis di depan pintu. Si sopir minta kepada istrinya agar ikan itu digoreng. Namun si istri menyampaikan tidak ada minyak goreng. Mendengar jawaban itu si suami langsung minta dibakar saja ikan itu. Setelah semuanya tersaji, dipanggillah kedua anaknya makan beramai-ramai. Keringat mengucur di dahi karena saking nikmatnya sajian si istri.
Sementara itu pak Imam si pemilik taksi, saat diajak makan malam dengan menu daging yang tersedia setiap saat di kulkas  menolak. Karena baru menerima uang, pak Imam mengajak istri dan anaknya makan malam diluar. Mereka naik mobil menuju ke pantai Losari. Disana mereka menikmati makanan kesukaannya. Sepulangnya, begitu sampai di rumah salah seorang anaknya tiba-tiba mual-mual dan akhirnya buang air besar. Entahlah, apakah si anak masuk angin atau makanan yang disantap kurang matang. Segeralah anak itu dibawa ke rumah sakit. Dokter mengatakan, anak itu harus dirawat inap. Orang tuanya menerima anjuran dokter. Besoknya, kondisinya sudah mulai membaik. Ketika diizinkan dokter sudah bisa pulang, maka pak Imam membayar semua biaya sebesar Rp 250.000. Tentu saja jika dihitung dari uang yang diterima dari si sopir, jumlah ongkos rumah sakit jauh lebih banyak dari uang yang diterima.
“Itulah gambarannya, sama-sama mendapat uang, bahkan jumlahnya lebih besar yang diperoleh pak Imam, namun uang yang diperoleh si sopir lebih berberkah karena dia masih dapat menikmati dengan keluarganya, bahkan masih ada sisanya. Kalau si Imam habis seketika bahkan masih menambah lagi untuk biaya anaknya yang sakit,” ungkap HM Yunus Kadir  mengakhiri perbincangannya.
Dari pergumulan olah pikir dan olah hati serta diperkuat dengan pengalaman dan pengamalan yang dilakukan HM. Yunus Kadir dalam melakoni hidup ini, dia pun selalu mengingatkan bahwa untuk mendapat rahmat dan berkah Allah SWT kita harus senantiasa mengharapkan ridhaNYA Allah. Tanpa kita berada di jalan yang diridhai Allah mustahil hidup kita bisa sukses dan selamat di akhirat. Itu pula sebabnya, Pemilik sejumlah perusahaan yang bergabung dalam bendera Gasing Group ini dalam menjalankan kerajaan bisnisnya selalu berpegang pada jalan yang diridhai Allah dan selalu mengharapkan ridhanya Allah dalam memanfaatkan keuntungan dan keberuntungan yang diperoleh. Dan itu, haruslah dilakukan sejak awal, ketika kita akan memulai usaha itu. Kuatnya penghayatan maka ketika pertama kali mendirikan perusahaan, HM. Yunus Kadir memilih nama “Cinta Jaya” yang bermakna, cinta kepada jalan yang diridhai Allah. *

Jurlan Em Saho’as    

MENATAP SEPARUH JIWA PERGI



Dr. H. Kaswad Sartono, M.Ag.
MENATAP SEPARUH JIWA PERGI


Suasana siang hari itu di Bandara Internasional Hasanuddin Mandai cukup ramai dengan penumpang. Seorang anak muda separuh baya terlihat  tenang turun dari Inova hitam.  Hatinya sudah mantap. Berguru di pusat ilmu, jauh disana, di Sudan, salah satu negara Islam di Benua Afrika yang wilayahnya masih lebih luas dari Arab Saudi. Negeri terluas kesepuluh di dunia. Negara ini berbatasan dengan Mesir di utara, Laut Merah di timur laut, Kongo dan Afrika Tengah di barat daya, Chad di barat, dan Libya di barat laut. Kedua orang tuanya sesekali tersenyum kepadanya sambil menyemangati. Ada kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri yang tak terlukiskan di hati.
Sekira 10 menit kemudian, terdengar seruan dari pengeras suara mempersilahkan penumpang Garuda menaiki pesawat. Anak itu berkemas lalu menyalami kedua orang tuanya, ibunya memeluknya sambil mencium pipinya, anak itu menatap ayahnya sekali lagi dan mencium adiknya lalu bergegas melangkah sembari melambaikan tangan. Suami istri itu larut dalam perasaannya masing-masing. Matanya menatap tanpa kedip sedikit pun, seperti juga doanya dalam hati yang tak henti menderu mengharap anaknya selamat dan pulang dengan ilmu dan kearifan. Ketika anak itu hilang dari pandangan, mata ayahnya tak terasa berkaca-kaca juga jadinya, ada kebahagiaan yang mengharu birukan perasaan, di satu sisi merasa bangga tapi di satu sisi tak mampu menyembunyikan perasaan pertama kali berpisah dengan anak yang dicintai. Tak mau larut dalam perasaan sendiri, pria itu menoleh ke istrinya untuk diajak pulang, tapi ternyata sang ibu dari separuh jiwa yang dilepas itu lebih merasakan perpisahan. Perasaan seorang ibu memang terasa lebih berat, pengorbanan yang sungguh berat, hanya air mata menetes di pipi yang mampu membahasakan.
Begitulah sekilas gambaran suasana hati Dr. H. Kaswad Sartono, M.Ag. bersama istrinya, Hj. Suryani, S.Ag., saat melepas anak sulungnya untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Internasional Afrika di Sudan pada tahun ajaran 2013 lalu. Saat melepas anak pertamanya alumni Pesantren DDI Mangkoso yang kini menjabat Kepala Bidang Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulsel, merasakan, dua perasaan yang berbeda menyatu di hatinya. Perasaan bahagia dan bangga melihat ketulusan anaknya menuntut ilmu nun jauh di negeri orang namun di satu sisi hatinya juga tak mampu menyembunyikan keterharuannya melepas anak yang dicintai.
“Saya memang merasakan juga kesedihan waktu melepas anak saya. Terlintas di pikiran saya tidak akan bertemu dengan anak untuk beberapa lama. Namun, pengorbanan seorang istri atau ibu dari seorang anak memang sungguh lebih berat lagi. Luar biasa memang pengorbanan seorang istri.  Dia yang mengandung, melahirkan, merawat sabang hari tiba-tiba harus berpisah dalam kurung waktu yang cukup lama,” ungkap H. Kaswad Sartono mengenang.
Perasaan pasangan suami istri ini tentu saja menjadi kenangan yang teramat manis di dalam lembaran kehidupan rumah tangganya. Pasalnya, seorang anak memang selalu menjadi kebanggaan bagi orang tuanya, di tubuhnya mengalir sebahagian dari jiwa ayahnya dan sebahagian lagi tersemai jiwa ibunya. Dialah pemersatu antara jiwa yang berbeda sebagaimana yang terikrar saat pernikahan dahulu.
Menurut Dr. Kaswad, pengorbanan seorang istri terhadap keluarganya, suami dan anak-anaknya memang sungguh luar biasa besarnya. Suami istri adalah ibarat satu pasang yang berasal dari dua insan yang berbeda karakter dan keinginannya, yang kemudian dipersatukan. Apalagi, jika keduanya berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda kehidupan sosial dan budayanya, tentu saja pengorbanan satu sama lainnya tidak bisa terukur.
“Mustahil kita mampu membangun keluarga sakina tanpa disertai perjuangan dan pengorbanan,” tandasnya.
Bagi seorang istri lanjutnya, sejak awal pernikahan mereka pada umumnya sudah merasakan pengorbanan  itu, kemudian saat  mengandung hingga melahirkan makin bertambahlah pengorbanan itu sehingga agama membahasakan  “susah di atas susah”. “Jadi membangun keluarga itu suatu perjuangan. Mustahil keluarga sakinah bisa terwujud tanpa ada pengorbanan dari kedua belah pihak, suami sitri,” tambahnya.
Diakuinya, setiap keluarga memiliki pengalaman tersendiri di dalam membangun rumah tangga sakinah. Tak ada keluarga yang tidak memiliki problem. Hanya saja mereka yang mampu mempertahankan keutuhan keluarga adalah yang mampu menghilangkan keegoannya, masing-masing mempertahankan prinsipnya, ingin menang sendiri. Padahal, mereka yang mampu mempertahankan keluarganya sampai titik penghabisan jika mereka berhasil mengatasi problem. Kenyataan sekarang, banyak keluarga yang begitu menghadapi masalah langsung ke pengadilan.
Padahal, lanjut Dr. Kaswad, dalam teori keluarga sakinah dikenal istilah manajemen konflik. Disinilah dibutuhkan keterbukaan. Kedua pihak harus memiliki kesabaran.
Dalam membangun rumah tangga sakinah, Dr. Kaswad memiliki pengalaman menarik sepanjang menapaki hidup dengan istrinya, Hj. Suryani yang kini telah dikarunia empat anak. Pernikahan kedua insan ini ibaratnya mempertemukan dua sisi yang bertolak belakang. Istrinya berasal dari keluarga saudagar Bugis di Sidrap sementara dirinya seorang musafir dari tanah jawa yang tengah menuntut ilmu di pesantren. Dengan latar belakang saudagar seharusnya kehidupan rumah tangganya tidak diwarnai dengan kesulitan, namun kenyataan berbicara lain,  justru kehidupan rumah tangganya diwarnai dengan perjuangan yang dimulai dari nol besar. Istrinya waktu itu baru tamat Aliyah, sementara Kaswad muda waktu itu belum terangkat sebagai PNS. Pendidikan S1 pun belum diselesaikan sekalipun sudah mengikuti KKN. Pekerjaannya waktu itu adalah imam masjid dan mengajar di madrasah Diniyah. Istrinya juga sebetulnya salah seorang muridnya saat mengajar di Aliyah. Hanya saja waktu itu sama sekali tidak membayangkan kalau muridnya yang selalu juara kelas belakangan jadi jodohnya.
Dr. Kaswad mengakui, pengorbanan istrinya memang tak ada tandingannya. Dari awal sudah mengorbankan perasaannya demi suami dan anak-anaknya. Dengan latar belakang keluarga yang sudah mapan ekonominya tentu saja tak perlulah hidup susah. Tapi begitulah kenyataannya. Setelah menikah keduanya segera ke Kota Makassar. Kalau di kota kelahirannya, sang istri sudah terbiasa tidur di rumah besar dengan kasur empuk, kemana-mana diantar jemput dengan mobil, maka di Makassar dia menempati sebuah kamar kos di Jalan Mannuruki VII. Di kamar itulah dia tidur dengan kasur tanpa ranjang, disitu pula memasak, mencuci pakaian dan menerima tamu.
“Saya memahami betul perasaan istri saya yang begitu ikhlas dan mau mengorbankan perasaannya,” ungkapnya.
Pengorbanan lain yang juga tak terlupakan adalah ketika Dr. Kaswad diterima jadi PNS. Waktu itu istrinya sangat ingin mengungkapkan rasa syukurnya sehingga merelakan kalungnya dijual.*

Jurlan Em Saho’as